Ampun, deh! Masa pulang
kerja langsung lihat wajahmu yang seperti sayur asem? Mana baju itu
pula. Bukankah baju bercorak kembang-kembang besar itu malah membuat
tubuhmu terlihat semakin jumbo? Bukan postur tubuhmu yang menurutku
seksi itu yang aku complain, tapi pilihan dastermu itu loh. Duh, Sayang.
Aku jadi malas bergegas pulang.
Lanjut menghayal lagi. Masuk rumah aku disambut tawa para bocah. Setiap melihat mereka, entah kenapa syarafku langsung plong dan berasa masuk dalam kolam yang segeeer banget. Tapi seandaikan ada diantara mereka yang menangis saat aku pulang, aku juga nggak keberatan. Mungkin itu salah satu bentuk protes ketidakmengertian mereka bahwa inilah waktu yang aku punya.
Beneran, loh. Aku membayangkannya dalam bis kota. Khayalanku tetap nggak terganggu oleh beragam aroma yang campur aduk, atau posisi berdiri di samping om supir. Asal kamu tahu istriku, aku berharap kelelahan yang luar biasa ini akan hilang setiba di rumah nanti. Bertemu dirimu, anak-anak kita, hmmm.
Oh iya, kali ini aku bawa sedikit oleh-oleh, martabak keju dan buah kelengkeng. Tapi kamu jangan marah seperti dulu, ya. Masa aku sesekali bawa oleh yang rada ‘wah’, kamu malah bilang begini, “Mbok ya jangan boros-boros, Pak. Ini kan mahal! Mendingan uangnya untuk nambahin cicilan kulkas yang belum lunas!” Duh, istriku. Serasa biji kelengkeng jadi nyangkut di tenggorokan. Ini kan sekali-sekali. Kamu nggak tau ya, gimana perasaanku melihat anak-anak berebutan sambil tertawa dan berucap, “Makasih, Pak. Bapak baiiiik, deh” Terus aku ditubruk dengan ciuman dari mereka. Senengnya tuh disini looh... (tunjukhati)
Tapi apalah daya. Khayalanku langsung hilang diterjang gelombang. Malam ini ternyata sama dengan malam sebelumnya. Kamu masih menyambutku dengan daster berwarna kabur dan tanpa aroma harum. Padahal, pintaku nggak muluk-muluk kok. Aku nggak minta kamu ngurusin atau gemukin badan. Aku nggak minta kamu menyambutku dengan baju pergi. Aku nggak minta kamu berdandan setiap hari. Aku juga nggak pernah membangunkanmu di tengah malam demi melihat kelelahan luar biasa di wajahmu. Aku belajar berdamai dengan itu semua.
Aku hanya meminta. Sambutlah aku dengan senyuman, wewangian dan dengan keridhoanmu atas apa yang aku lakukan. Aku berharap di tengah kelelahanmu mengurus anak-anak dan rumah, tetaplah memandangku sebagai kekasihmu dulu. Oh, Istriku. Sementara, hanya itu yang aku mau...
http://ummi-online.com/istriku-aku-nggak-suka-kalau-kamu.html
Profil Penulis:
Fitri Restiana. Ibu penulis yang memiliki dua putra. Panggilan dekatnya adalah Fifi. Berdomisili di Bandarlampung. Ingin ngobrol dan berkenalan, silahkan sapa di blogwww.fitrirestiana@web.id, FB https://www.facebook.com/fitri.restiana atau email fifinusantara10@gmail.com. Dijamin, akan disambut dengan senyum tulus dan secangkir coklat panas, kini bergiat di Komunitas Ummi Menulis.
Bagus Mak. Makasih sharingnya.
ReplyDeleteMakasih Mak Yosi, :)
Deletenice mak
ReplyDeletefenomena shari2 ibu rmh tangga
@guru5seni8
http://hatidanpikiranjernih.blogspot.com
Bener Mak Tyaseta.. belajar mengingatkan dan diingatkan, :)
DeleteDuh suamiku, kasihan sekali saat engkau tiba di rumah aku malah blm pulang
ReplyDelete*ratapan istri yg kebanyakan nglembur :)
wkwkwkwk.. Mak Uniek, lemburnya dikurangin, hihihi :)
Delete