Aku lihat
tatapan nanar mama mencoba menahan tangis. Kami memaklumi, bahwa seiring usia,
mama akan semakin sensitif dan melemah. Tapi ternyata kami salah, mama malah
terlihat semakin tegar dan mampu berperan sebagai ibu yang kuat dan bijak.
“Fi, telepon
Kak Aan dan ceritakan keadaan Kak Ial, tapi jangan bilang seperti ini
keadaannya. Bilang saja yang Fifi anggap layak,” datar mama memintaku ke
wartel. Masih dengan isakan yang tertahan, aku berlari menuju wartel terdekat.
Hujan deras tak menyurutkan langkah untuk segera menelepon kakakku yang bekerja
di Jakarta itu. Aku tak perduli bila asmaku kumat, aku tak perduli dengan baju
butut berlapis tepung dan beraroma nanas, aku tak perduli....
*****
Dokter
bilang, kalau saja fisik Kak Ial tidak kuat, mungkin dia akan mengalami geger
otak. Bagaimana tidak, aku melihat berliter-liter darah segar dan bergumpal
keluar dari mulutnya. Di hari berikutnya, aku membersihkan darah yang keluar
dari telinganya sambil melantunkan ayat Quran, aku yang memotong dan
membersihkan kuku-kukunya dengan baby oil
dari torehan darah yang sudah mengering. Semakin sedih aku melihat penderitaan
Kak Ial, semakin tegar mama merawatnya. Mama sudah ditempa oleh berbagai
peristiwa sepanjang hidupnya.
Ramadhan
kali ini memberi pelajaran berarti. Kata mama, Allah sengaja memberikan ujian
disaat Dia melipatgandakan semua kebaikan. Allah menolong kami agar pundi-pundi
keimanan semakin lekat di hati kami. Bahwa iman, ikhlas, pasrah dan perjuangan
harus menjadi modal kami meniti kehidupan di dunia. Duh mama, di saat seperti
ini pun engkau masih sanggup menguatkan kami dan menutupi perasaanmu.
Doa mama
menjadi salah satu resep mujarab bagi pemulihan kesehatan Kak Ial. Perlahan,
dia sudah bisa berjalan, mulutnya tidak terlalu mencong lagi dan badannya sudah
mulai berisi. Tapi, kakakku yang satu ini masih tetap temparemen (mudah marah
sekaligus mudah menangis jika melihat yang teraniaya). Aku sering senewen
dengan sikapnya. Setiap dia mulai bersikap menjengkelkan, mama selalu
mengingatkan, ‘Sabar, kalau itu, memang sudah dari sananya,’ kata mama sambil
tersenyum. Ah mama, senyummu peluruh duka kami semua, anak-anakmu.
0 komentar:
Post a Comment