Ibu dan Ayah,
Aku mohon kalian
jangan marah dan sedih. Ini adalah kali pertama aku melakukan kesalahan yang
amat sangat fatal. Namun walaupun begitu, aku sangat yakin, kalian lebih
mengedepankan tatapan kasih daripada delikan mata. Aku percaya, bahwa cinta
kalian padaku jauh melebihi cintaku pada kalian. Maka, aku mohon, dengarkanlah
apa yang akan aku sampaikan. Segala gelisah yang selama ini belum sempat
tertuang di setiap malam kita, atau di setiap pagi saat kita semua sedang
sibuk.
Jauh sebelum ayam
berkokok nyaring, Ibu selalu
tergopoh-gopoh menyiapkan sarapan untuk kakek dan kami semua sebelum ke kantor,
Ayah harus berangkat pagi karena tak ingin terjebak
macet, dan Kakak yang terlihat semangat memasuki dunia kampus. Aku tak sempat,
tepatnya, aku malas untuk menceritakan, bahwa duniaku juga adalah dunia yang
sangat seru!. Menikmati kebersamaan sekaligus kejahilan di sekolah, merasa
bebas bersama teman-teman di lingkungan kampung, atau bercengkrama dengan BBM
dan twitter. Whuiih....terkadang, aku hanya ingin bermain... bermain... dan
bermain..
Tapi, tenanglah Ibu
dan Ayah, anakmu ini juga belajar memahami semua dengan standar yang mungkin
berbeda dengan kalian. Apa yang menurut kalian baik, terkadang aku tak berpikir
begitu. Apa yang membuatku senang, malah menjadikan kalian harus menghela nafas
panjang. Ketika kalian mengkhawatirkan pertemananku, aku malah bersenang-senang
degan keberadaan mereka.... Aku tak memahami, bahwa apa yang kalian inginkan,
pasti lah yang terbaik... Kebahagiaan, keimanan,
kebaikan, keselamatan, kesuksesan adalah
alasan kalian selalu memantau semua aktivitasku.
“Lagi dimana, Gi?
Sudah sholat dan makan? Main sama siapa?” Berderet pertanyaan di layar hpku.
Lalu, dengan santainya aku menjawab, “Ih, Ibu lebay, deh!” Sepertinya terlihat aku kesal. Padahal, jujur saja,
sebenarnya aku senang kalian menanyakanku. Itu tandanya, aku selalu ada di pikiran
kalian walau kalian sedang sibuk dengan bertumpuk tugas di kantor. Itu baru
aku pahami sekarang...
Sambil menunggu kalian
pulang dari kantor, aku memutuskan mengunjungi beberapa teman. Bermain catur, memetik
gitar dengan kunci yang tak beraturan, main PS dan sebagainya. Tapi, lama
kelamaan, bosen juga!. “Kita jalan ke bunderan, yuk! Sore gini, rame looh!”.Yups...
ide menarik!. Aku langsung beranjak dan menyerahkan kunci motor yang remnya
sudah hampir dol dan tanpa lampu sen.
Ibu dan Ayah,
Aku lupa akan nasihat
dan petuah kalian. Aku menganggap aku sudah besar dan sudah bisa jaga diri. Larangan
kalian agar aku tidak mengendarai sepeda motor ke jalan raya, tak aku pahami.
Dengan kecepatan di atas rata-rata dan merasa diri sudah hebat, aku dan kawanku
melesatkan motor sambil tertawa dan tanpa helm!. Motor kami menabrak sebuah
mobil yang hendak belok! Mulutku robek dan rahangku bergeser ke belakang!
Sementara temanku, kepalanya bocor, badannya penuh luka dan tangan kirinya
patah!. Ya Allah, derasnya darah yang mengalir dari mulut, membuatku mual, pusing
dan akhirnya tak sadarkan diri. Semua menjadi gelap.. Aku hanya bisa melihat
Ibu, Ayah dan kakak... setelah itu..semua kembali gelap.....
Aku terbangun di
UGD. Bagian dagu dipenuhi perban dengan 19 jahitan. Aku tak bisa bicara... aku palingkan
kepala ke samping. Temanku itu lebih parah. Dia menangis. Aku pun menangis.
Tiba-tiba, tangan halus Ibu mengusap kepalaku dengan lembut. Matanya merah.
Ayah juga. Tak ada tatapan marah, apalagi benci. Aku merasa amat bersalah.
Bersalah karena tak bisa menepati janji sebagai seorang lelaki.
Tapi setelah semua
sakit ini... aku akan mulai belajar tidak saja menjadi lelaki.. tapi menjadi
anak yang selalu layak untuk disayangi.. anak lelaki yang memaknai keberanian
dengan cita-cita tinggi, membuat kalian bangga telah dititipi Tuhan seorang
anak soleh, pembuka pintu surga untuk orangtua dan saudara....
Semoga ini adalah
kesalahan terakhir sepanjang hidupku. Ya Allah, tolong ingatkan aku untuk tidak
membuat orang-orang yang kucintai, menumpahkan airmatanya karenaku. Segala doa,
kesedihan dan cinta mereka, semoga aku mampu menebusnya dengan ketaatanku
padaMu.
Ibu dan Ayah,
Doakan aku kuat
menghadapi sakit ini... menahan perih luka jahitan dan beberapa gigi yang
tanggal.. Darah yang membeku di sela
bibir dan telingaku, jangan kalian usap... Biarkan ia menjadi saksi atas kesalahanku...
Terimakasih Ibu, Ayah, Kakak dan semua saudara serta sahabat...
3 November 2014,
RS Urip Sumoharjo
kadang kita merasa sudah dewasa, tak butuh petuah atau nasehat orang tua, padahal andai kita sadar, setiap hari orang tua selalu berusaha melindungi kita, selalu was-was akan keberadaan kita. mungkin kita sering mengabaikan kecemasan orang tua, padahal sebenarnya kecemasan itu sangat beralasan.....semoga kita termasuk anak-anak yang selalu berbakti kepada orang tua
ReplyDelete